Wisata Religius Menikmati Ukiran Masjid Asasi yang Menjadi Masjid Tertua di Padang Panjang

Panjang - Di sudut Nagari Sigando, Kota Padang Panjang sebuah mosque tertua berdiri kokoh hingga saat ini.

Mulai dibangun pada tahun 1702, Masjdi Asasi didirikan oleh masyarakat dari 4 koto yaitu dari daerah Gunuang, Paninjauan, Jaho dan Tambangan.

Awal dibangun, masjid ini merupakan surau sehingga disebut Surau Gadang Sigando. Surau tersebut nampak sederhanan dengan kayu dan atap ijuk.

Namun, seiring berjalannya waktu atap diganti menggunakan seng sekitar tahun 1905. Serta penggantian dinding yang sudah lapuk pada tahun 1956.

Meski begitu, secara umum bangunan mosque masih belum mengalami perubahan signifikan.

Pertama kali menginjakkan kaki di masjid ini, tentu akan terpikat dengan ukiran-ukiran cantiknya.

Dari perpaduan warna biru muda, cokelat dan putih. Tak hanya sekedar ukiran belaka, ukiran di masjid ini memiliki makna yang mendalam.

Daya tarik Masjid Asasi adalah keindahan ukirannya. Dari sisi dinding, jendela, pintu, hingga bagian dekat atap terdapat ornamen-ornamen yang cantik.

Motif-motif itu bukan hanya sekadar ukiran untuk memperindah tetapi mengandung filosofi yang dalam.

Theme yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu punya theme yang beragam. Ukirannya terdiri dari jenis tumbuhan hewan, alam benda dan manusia.

Namun bertema kehidupan alam, sebagaimana pepatah di Minangkabau mengatakan "Alam takambang jadi master.

"Dimana artinya alam sumber belajar sesungguhnya.

Itulah yang membedakan Masjid Asasi dengan masjid-masjid lain di Sumatera Barat.

Secara umum, komponen bahan bangunan masjid terbuat dari kayu, mulai dari dinding, lantai, dan tiang penyangga.

Ruang utama ditopang oleh delapan tiang penyangga dan sebuah tonggak macu di tengah. Tonggak macu berukuran lebih besar dari tiang-tiang lainnya.

Bangunan masjid ini terletak pada bentuknya yang peregi empat, lantainya yang rata.

Selain dari lantainya yang rata, hal ini memiliki makna bahwa setiap manusia memilikikedudukan yang sama dimata Allah.

Tak hanya sebagai tempat ibadah, namun masjid yang khas dengan ukirannya ini juga sarat akan sejarah.

Masjid Asasi pernah dijadikan sebagai basis pengembangan Islam terutama mengembangkan Madrasah Thawalib Gunuang.

Tokoh-tokoh seperti Buya HAMKA pernah menggelar pengajian di sini.

Sejak didirikan, konstruksi mosque tidak mengalami kerusakan berarti, walaupun dilanda gempa besar pada 1926 dan 2009.

Pemugaran yang dilakukan berupa penggantian atap ijuk dan dinding tidak mengubah keaslian bentuk mosque.

Sarat akan sejarah dan bentuknya yang unik, Pemerintah Indonesia telah menetapkannya sebagai benda cagar budaya di bawah Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Sumatra Barat, Riau, dan Kepulauan Riau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tradisi Unik Perang Tomat di Lembang Mirip Tradisi "La Tomatina" Di Spanyol

Ibunda Artis Irwansyah Meninggal Dunia Usai Terpapar Covid-19