Tradisi Unik Perang Tomat di Lembang Mirip Tradisi "La Tomatina" Di Spanyol

LembangBuah tomat matang siap menjadi amunisi untuk berperang. Eits, bukan sebagai ajang perang sungguhan atau untuk bentrokan. Melainkan perang tomat yang menjadi sebuah tradisi oleh masyarakat Warga Kampung Cikareumbi RW 03 Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Ratusan, bahkan ribuan buah tomat berceceran di sepanjang field peperangan.

Tomat-tomat merah begitu melimpah, perayaannya persis dengan celebration "La Tomatina" di Spanyol. Amunisi tomat berjatuhan menghujani setiap peserta perang tomat.

Warga setempat menyebutnya "Rempug Tarung Adu Tomat". Meski mirip perayaan "La Tomatina" di Spanyol, perang tomat Lembang sama sekali tidak menirunya. Faktor pertanian, ekonomi, kesenian, dan kekayaan alam Lembang secara murni melahirkan perang tomat dengan asal usulnya yang penuh makna.

Perang tomat Bandung pertama kali digelar pada tahun 2010. Hingga tiap tahunnya, perang tomat selalu digelar sebagai ajang membersihkan diri dari sifat buruk.

Pesertanya tak hanya pria saja, melainkan perempuan baik tua maupun muda turut andil dalam peperangan. Namun ada 10 prajurit inti yang saling berhadapan. Mereka mengenakan tameng dan topeng yang terbuat dari anyaman bambu. Tak ketinggalan puluhan keranjang berisi penuh dengan tomat disiapkan sebagai amunisinya.

Para prajurit saling berhadapan membawakan tarian simbol pertarungan. Diikuti oleh seluruh warga dengan iringan musik yang menggema. Salah satu warga akan melempar tomat ke siapapun yang ada di hadapannya. Saat itulah perang tomat dimulai. Seluruh warga akan saling melempar amunisi tomat merah ke segala arah.

Hujan tomat tak bisa dihindari, tidak fokus sedikit saja pasti akan terkena cipratan tomat. Adu lempar tomat dan menghindari lawan sangat diandalkan dalam tradisi "Rempug Tarung Adu Tomat".

Prajurit inti berseragam warna hitam bisa menggunakan tameng dan rajutan daun kelapa sebagai pelindung. Tidak dengan warga dan penonton, tak mau kalah mereka turut larut dalam keseruan perang tomat.

Seketika jalan ditutupi dengan tomat hancur, berserakan kemana-mana. Pemandangannya bak berperang di medan laga. Saling berjatuhan berlumuran air tomat. Sekuat tenaga mengumpulkan tomat yang sudah hancur, dilemparkannya kembali kepada lawan, sampai titik darah penghabisan.

Perang tomat berlangsung selama setengah jam hingga buah tomat yang bermula bulat rusak berserakan di jalan. Ribuan tomat yang dipakai bukanlah tomat segar yang layak jual, melainkan tomat dengan kualitas yang rendah, bahkan tomat yang telah membusuk. Sama filosofinya dengan awal mula dicetuskan tradisi perang tomat di Lembang.

Mereka larut dalam semangat dan rasa bergembira tradisi perang tomat. Tiada dendam yang tertinggal, mereka justru menjadikannya sebagai ajang untuk menghilangkan kesialan.

Baik itu sifat buruk manusia, hingga penyakit yang biasa menyerang pada tanaman tomat. Terlebih mampu menjadi ajang menjalin kedekatan dengan sesama warga.

Mulanya perang tomat merupakan sebuah bentuk protes akibat harga tomat dari Lembang yang turun di pasaran. Alhasil tomat di kebun warga dibiarkan begitu saja sampai membusuk, hanya sebagian kecil yang terserap pasar. Jerih payah para petani terbuang sia-sia dan membuat mereka merugi.

Daripada terbuang percuma, Nanu Muda seorang pemuka desa mulai menggagasnya menjadi sebuah tradisi. Membuatnya bersama para petani dan para seniman untuk berkolaborasi. Merancang seni perang tomat yang kini jadi ciri khas dataran tinggi Lembang.

Usai berperang, tomat kemudian dikumpulkan untuk dijadikan pupuk organik. Perang Tomat biasa dilakukan bersamaan untuk meramaikan tradisi ruwatan. Penyelenggaraannya juga dikolaborasikan dengan perayaan Sisingaan khas Jawa Barat.

Tomat telah menjadi komoditas pertanian utama oleh warga Cikidang di Lembang. Perekonomian mereka akan berjalan, mengandalkan tomat yang laku secara wajar di pasaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibunda Artis Irwansyah Meninggal Dunia Usai Terpapar Covid-19

Wisata Religius Menikmati Ukiran Masjid Asasi yang Menjadi Masjid Tertua di Padang Panjang