Kisah Dibalik Cerita Gurun Sahara dan Tentang Nabi Muhamad di Daun Emas

MaliTimbuktu adalah sebuah kota di Gurun Sahara. Tak banyak yang tahu bahwa di sanalah cerita kuno Gurun Sahara berasal.

Azima Ag Mohamed Ali, seorang pemandu Gurun Sahara yang berasal dari Timbuktu. Melalui BBC, Azima bercerita bahwa sebagai orang Tuareg, suku nomaden Gurun Sahara, dirinya lahir di gurun.

Sebagai seorang anak yang besar di bawah naungan Sahara, Azima punya banyak pengalaman berbeda dari orang lain. Bahaya terbesar yang dihadapinya saat masih remaja hanyalah badai pasir yang hebat.

"Suatu hari, ketika masih kecil, saya pergi menunggang unta saya untuk mencari air. Dalam perjalanan kembali ke kamp, ada badai pasir," ucap Azima.

Langit hitam dalam seketika. Azima harus bergeming selama 3 jam di tengah badai. Namun pengalaman ini justru semakin jatuh cinta dengan gurun.

Anggota keluarganya masih hidup semi-nomaden di padang pasir. Namun ketika dewasa, kekeringan dan kebutuhan untuk mencari nafkah mendorong Azima pindah ke Timbuktu. Di sana ia mendirikan bisnis pemandu turis yang ingin menjelajahi Sahara.

Azima dapat berbicara dalam tujuh bahasa meskipun dia tidak pernah belajar membaca atau menulis. Sudah hampir satu dekade sejak Azima menunjukkan keindahan daerahnya kepada para pelancong. Pemberontakan dan konflik di Sahel dan Sahara telah menghentikan arus turis, menyebabkan kesulitan besar bagi masyarakat gurun, terutama pemandu sepertinya.

Pada abad pertengahan, Timbuktu berdiri sebagai titik pertemuan sejumlah rute perdagangan paling menguntungkan di Afrika. Di situlah karavan-karavan besar garam Sahara bertemu perdagangan yang mengalir di sepanjang Sungai Niger.

Garam, emas, gading, dan barang-barang mewah Eropa seperti linen, parfum, dan kaca, semuanya melewati kota yang pada saat itu merupakan salah satu kota terkaya di dunia.

Pada abad ke-16, sekitar 100 ribu orang tinggal di Timbuktu. Jumlah itu lebih besar daripada penduduk yang tinggal di London. Kota ini memiliki hampir 200 sekolah dan universitas yang menarik para sarjana dari jauh seperti Granada dan Baghdad.

Kota itu dikenal dengan perpustakaan manuskrip yang tak ternilai harganya.

Azima memperkenalkan para pengelana dengan rahasia Timbuktu. Saat tur, para turis akan dibawa ke perpustakaan keluarga milik pribadi.

Di sana tersimpan manuskrip dari zaman keemasan Timbuktu, berupa biografi Nabi Muhammad SAW di halaman daun emas dan risalah ilmiah dari para cendekiawan Islam besar saat itu.

Untuk sampai ke Araouane, pelancong harus menyeberangi hamparan pasir Taganet, yang membentang, tak terputus, hingga ke cakrawala yang jauh. Selama 100 kilometer terakhir, tidak ada satu pohon word play here.

Araouane sendiri tampak bagai kapal karam. Sejumlah bangunannya telah menghilang di bawah pasir. Banyak dari rumah yang tersisa, bahkan sebuah masjid, setengah terendam oleh bukit pasir yang menyelimuti kota.

Selama berminggu-minggu, angin bertiup tanpa henti, dan terdengar seperti ombak laut pecah di pantai.

Kadang-kadang tidak hujan di Araouane selama beberapa dekade. Pasir ada di mana-mana, dan tidak ada barang berharga apa pun, kecuali satu pohon kurma phony yang malang, yang bisa tumbuh di sini.

Sekali lagi, Azima bukannya benci malah semakin jatuh cinta dengan Gurun Sahara.

"Ketika saya di padang pasir, saya merasa seperti orang bebas. Saya merasa aman dan saya tidak pernah takut. Di sini saya bisa berpikir. Di sini saya bisa melihat segalanya. Ini adalah siapa saya. Saya tidak pernah ingin pergi. Ini adalah rumah saya," ujarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tradisi Unik Perang Tomat di Lembang Mirip Tradisi "La Tomatina" Di Spanyol

Destinasi Wisata Sungai Sekanak-Lambidaro Palembang Hampir Selesai Dibangun

Bagi Warga yang Positif Covid-19 Polda Metro Jaya Akan Menyediakan Ambulans Gratis